zmedia

*Wilmar Group Diduga Ulangi Dosa Lama: Terlibat Skandal Beras Oplosan, Rakyat Jadi Korban*

*Wilmar Group Diduga Ulangi Dosa Lama: Terlibat Skandal Beras Oplosan, Rakyat Jadi Korban*

Jombang, Jagaddesa86.com — Nama Wilmar Group kembali mencuat, bukan karena prestasi, melainkan karena dugaan keterlibatan dalam skandal besar yang mengancam perut rakyat Indonesia. Setelah sebelumnya terseret dalam kasus suap CPO tahun 2022, kini raksasa agribisnis itu disebut-sebut sebagai salah satu aktor utama di balik praktik kotor peredaran beras oplosan yang merugikan jutaan warga.

Pengamat hukum dari Universitas Bung Karno, Hudi Yusuf, mengecam keras praktik ini. "Ini bukan sekadar pelanggaran dagang, ini kejahatan sosial. Rakyat dipaksa membeli beras mahal dengan kualitas yang jauh dari layak. Ini penghinaan terhadap hak hidup layak," ujar Hudi kepada media Inilah.com, Jumat (11/7/2025).

Menurutnya, Wilmar sudah terlalu sering ‘bermain api’ dalam urusan hukum. “Mereka bukan pemain baru. Dulu suap CPO, sekarang diduga lagi-lagi menipu rakyat. Jika terbukti, ini bukan lagi soal denda. Ini soal mencabut hak mereka beroperasi. Bubarkan saja,” katanya dengan nada tegas.

Skandal ini terkuak setelah Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, mengungkap penyimpangan serius dalam distribusi beras nasional. Data Satgas Pangan Polri menunjukkan bahwa lebih dari 85% beras premium yang beredar tidak sesuai mutu. Bahkan, 59% dijual di atas HET (Harga Eceran Tertinggi) dan 21% tak sesuai timbangan. Kerugian konsumen diperkirakan mencapai Rp99 triliun — angka yang cukup untuk membiayai pembangunan ratusan rumah sakit atau sekolah.

Dari hasil investigasi awal, empat produsen masuk radar Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri: Wilmar Group (merek Sania, Sovia, Fortune), PT Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ), PT Belitang Panen Raya (BPR), dan PT Sentosa Utama Lestari/Japfa Group (SUL/JG). Pemeriksaan dilakukan lintas daerah, dari Aceh, Sulawesi, Jawa hingga Jabodetabek.

Yang menjadi pertanyaan publik: mengapa belum ada satu pun klarifikasi resmi dari Wilmar dan kawan-kawannya? Apakah ini strategi diam-diam harap reda? Atau justru cerminan sikap arogan perusahaan raksasa yang merasa di atas hukum?

Di tengah beban ekonomi yang makin menjerat rakyat kecil, kelakuan semacam ini bukan hanya tak beretika — tapi juga kejam. Jika negara serius ingin melindungi warganya, inilah saatnya memberi contoh: jangan biarkan “raja beras” terus kebal hukum.(Moh)