zmedia

Gus Sentot dan Tradisi Tebar 5 Ribuan: Menghidupkan Barokah Lewat Doa Bocah TPQ dan Santri Kecil

Gus Sentot dan Tradisi Tebar 5 Ribuan: Menghidupkan Barokah Lewat Doa Bocah TPQ dan Santri Kecil

Jombang, Jagaddesa86.com – Di tengah hiruk pikuk dunia politik dan kesibukan sebagai Wakil Ketua DPRD Kabupaten Jombang, sosok KH. HM. Syarif Hidayatullah, ST., M.MT., atau yang akrab disapa Gus Sentot, tampil beda. Ia hadir bukan sekadar sebagai legislator, namun sebagai dzurriyah ulama yang terus menapaki jalan para leluhur: menebar manfaat, merawat silaturahmi, dan menyemai keberkahan melalui tradisi sedekah kepada bocah-bocah TPQ dan pelajar-pelajar kecil di berbagai sekolah.26/07/25

Uniknya, Gus Sentot kerap membagikan uang 5 ribuan secara langsung kepada para santri kecil itu. Sekilas tampak sederhana. Namun di balik itu, tersimpan niat mulia dan wasilah barokah. Ia meyakini, sebagaimana diyakini para ulama salaf, bahwa doa anak-anak kecil (bocil) adalah doa yang tulus, belum tercemar oleh maksiat, dan sangat mungkin dikabulkan oleh Allah SWT tanpa hijab.

> "Saya sengaja nyangoni anak-anak kecil dengan niat mencari barokah dari doa mereka. Saya hadiahkan sedekah ini pahalanya kepada para leluhur saya, khususnya kepada kakek dan nenek saya dari jalur ayah dan ibu, agar menjadi amal jariyah yang terus mengalir," ujar Gus Sentot dengan nada tawadhu’ saat ditemui di salah satu TPQ di Kecamatan Jombang.

Nama yang disebut Gus Sentot bukan nama sembarangan. Beliau secara khusus membacakan hadiah pahala (tahdiyah tsawab) kepada:
Almarhum KH. Ahmad Rifa’i
Almarhumah Nyai Hj. Ummu Aiman Rifa’i binti KH. Mahrus Aly

Dua nama besar ini adalah sosok yang dikenal luas di kalangan Nahdliyyin dan Ahlussunnah wal Jama’ah, karena berkontribusi besar dalam dakwah, pendidikan pesantren, dan perjuangan menjaga Islam yang moderat dan berakhlak mulia. Nyai Ummu Aiman bahkan merupakan dzurriyah dari KH. Mahrus Aly, pengasuh legendaris Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, sekaligus tokoh sentral Nahdlatul Ulama di abad 20.

Tak hanya itu, Gus Sentot juga merupakan bagian dari trah besar Pondok Pesantren Darul Ulum, Rejoso Peterongan, Jombang, salah satu pondok tertua dan terbesar di Indonesia. Maka tak heran bila dalam setiap langkahnya, ia membawa semangat santri, silaturahmi, dan khidmah kepada masyarakat, bukan hanya sebagai tugas politik, tapi sebagai jalan spiritual.

Dalam berbagai kunjungannya ke sekolah-sekolah dan TPQ, para ustadz dan ustadzah bahkan menyambutnya dengan harapan besar: agar sedekah Gus Sentot menjadi jalan turunnya barokah dari dua pondok besar, Lirboyo dan Darul Ulum, tempat leluhurnya menimba dan menyebarkan ilmu.

> “Kami merasa bahagia ketika Gus Sentot datang. Anak-anak juga senang. Tapi lebih dari itu, kami merasa seperti sedang disambungkan kembali ke mata rantai keulamaan dan keberkahan pondok pesantren,” ujar salah satu pengasuh TPQ di Desa Mojokrapak, yang tak ingin disebut namanya.

Menurutnya, di tengah kondisi umat yang semakin kompleks dan moralitas yang diuji oleh arus zaman, langkah kecil seperti sedekah kepada bocil-bocil TPQ justru menjadi penyambung ruhul jihad, memperkuat spiritualitas anak-anak sejak dini. Gus Sentot disebut sebagai pemimpin yang tidak hanya hadir dengan kebijakan, tetapi dengan cinta dan keteladanan.

Dalam pandangan para kiai, tradisi sedekah kecil yang dilakukan secara ikhlas—apalagi kepada anak-anak penghafal Al-Qur’an dan pencari ilmu—adalah amal yang sangat dicintai oleh Allah SWT. Apalagi jika diniatkan untuk kebaikan dan diteruskan pahalanya kepada orang tua dan guru yang telah wafat. Ini adalah bentuk birrul walidain dan tawassul yang nyata, sebagaimana diajarkan para ulama Ahlussunnah wal Jama’ah.

Gus Sentot sendiri mengakui bahwa jalan yang ia tempuh bukan untuk pencitraan. Ia menyebut apa yang dilakukannya adalah bentuk khidmah kepada NU, pesantren, dan masyarakat akar rumput yang hari ini haus akan kehadiran pemimpin yang dekat, peduli, dan rendah hati.

> “Saya tidak ingin kehilangan akar. Saya dibesarkan oleh doa para guru dan ulama, maka sudah seharusnya saya kembali kepada mereka dengan cara saya: menyambung silaturahmi, menyenangkan anak-anak santri, dan terus menghadirkan keberkahan dalam hidup,” ujarnya.

Kini, tradisi tebar 5 ribuan ala Gus Sentot menjadi pembicaraan hangat di kalangan masyarakat Jombang. Banyak orang tua yang menyebutnya sebagai bentuk pendidikan karakter yang nyata—mengajarkan kepada anak-anak bahwa pemimpin yang baik adalah yang membumi, mencintai anak kecil, dan menjunjung tinggi akhlak santri.

Semoga Gus Sentot tetap istiqamah dalam khidmahnya, dan menjadi teladan bagi para pemuda dan pemimpin lainnya. Sebab, di tengah dunia yang mulai melupakan nilai-nilai ruhaniah, doa bocah dan sedekah yang tulus bisa menjadi jalan turunnya rahmat Allah kepada seluruh masyarakat.

> "Karena dalam doa bocah, ada keberkahan yang tak terbaca. Dalam tangan kecil mereka, ada kunci langit yang tak terlihat."pungkas (nia)