Jombang,jagaddesa86.com 30 Juli 2025 — Dalam menyambut HUT ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia, sebuah kisah inspiratif dan penuh semangat nasionalisme muncul dari sudut desa di Kabupaten Jombang. Tepatnya di RT 05 RW 02, Desa Megaluh, Kecamatan Megaluh, warga menyulap limbah rumah tangga seperti galon bekas, pasir, dan batu kerikil yang tak lagi terpakai menjadi tiang-tiang bendera Merah Putih yang berdiri gagah di depan rumah mereka.
Dipimpin oleh Ketua RT, Ibu Suprih, warga setempat menunjukkan bahwa cinta tanah air tak membutuhkan modal besar atau proyek mewah. Dengan semangat gotong royong, mereka menciptakan karya seni berbasis daur ulang yang sarat makna: tiang bendera yang tidak hanya fungsional, tetapi juga artistik dan edukatif.
> “Kami ingin mengajarkan kepada anak cucu bahwa nasionalisme bukanlah milik segelintir elite, tapi hidup dalam tindakan sederhana rakyat. Dari galon bekas pun, kami bisa menunjukkan kecintaan kami pada Indonesia,” tutur Ibu Suprih dengan mata berkaca-kaca.
Tiang-tiang bendera itu dicat merah putih, dihias ornamen khas desa, dan dirakit secara serempak oleh warga lintas usia. Mulai dari anak-anak, remaja, ibu-ibu rumah tangga, hingga para bapak turun tangan dalam suasana penuh keakraban dan kekeluargaan. Inilah wajah asli bangsa Indonesia: guyub, kreatif, dan mandiri.
Tak hanya itu, kehadiran Bapak Suken, salah satu tokoh warga sekaligus pemrakarsa ide daur ulang pasir dan batu tak terpakai menjadi pondasi tiang, menjadi simbol nyata bahwa kemandirian ekonomi bisa tumbuh dari kreativitas lokal. Dari tangan dan pikirannya, bahan-bahan sisa yang biasa dianggap tak bernilai kini berubah menjadi karya yang memperkuat makna kemerdekaan.
Lebih dari sekadar proyek lingkungan, kegiatan ini juga menjadi “madrasah karakter” bagi generasi muda. Mereka belajar bahwa nasionalisme bisa lahir dari tangan sendiri, dari kesadaran kolektif untuk berbuat, dan dari keberanian mencipta sesuatu tanpa menunggu bantuan dari luar.
Dalam perspektif Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah, inisiatif warga Megaluh ini mencerminkan ajaran penting: mencintai tanah air adalah bagian dari iman (hubbul wathan minal iman). Dan mencintai tanah air bukan sekadar slogan, melainkan kerja nyata, keberdayaan, dan keberanian untuk memulai dari hal-hal kecil yang bermanfaat bagi sesama.
Kisah warga RT 05 RW 02 Megaluh adalah teguran halus bagi budaya konsumtif dan ketergantungan pada proyek seremonial. Mereka membuktikan, bahwa semangat merdeka tidak harus mahal, tapi harus bermakna. Bahwa dari desa pun, cahaya nasionalisme bisa bersinar terang — dengan bekal niat tulus, tangan-tangan kreatif, dan jiwa yang mencintai negeri ini sepenuh hati.
Indonesia tak hanya kuat karena tugu-tugu menjulang, tetapi karena rakyatnya yang ikhlas mencintai — bahkan dari galon bekas, pasir, dan batu yang tak terpakai.pungkasnya(Thil)